Teman-teman, aku baru saja bertemu dengan beberapa saudara sebangsa dan setanah air yang berprofesi sebagai "penjual dompet kulit".
Pak Yusuf si penjual dompet ini adalah mantan TKI yang sebelumnya bekerja di salah satu negeri tujuan TKI yang paling populer. Setelah beliau lelah mencari penghidupan di negeri orang, akhirnya beliau kembali ke kampung halaman.
Knowledge yang terasah selama di negeri orang sudah meresap dalam hati dan jiwanya. Pak Yusuf memiliki semangat dan tekad bahwa ia tidak akan kembali ke negeri orang hanya sebagai TKI.
Modal yang berasal dari uang gaji yang disisihkan selama bekerja di Jepang, ditabung melalui salah satu Bank milik Negeri ini. Berbekal uang tabungan inilah akhirnya Pak Yusuf berusaha mencoba membuka usaha sendiri (memproduksi)dompet kulit sebagaimana yang telah ia lakukan selama ini di negeri orang.
Melihat dompet yang diperdagangkan oleh Pak Yusuf, saya berpikiran bahwa dompet ini sudah memenuhi standar kualitas. Walaupun relatif masih belum halus benar, tetapi sudah memenuhi unsur estetika dan macam corak yang mengundang kita untuk mau merogoh kantong untuk mengeluarkan beberapa ratus ribu rupiah untuk membeli sebuah dompet.
Selain menjual dompet, Pak Yusuf juga menjual jaket. Biasalah, seperti yang sering digunakan oleh para pengendara sepeda motor di Jakarta. Tampilannya sudah oke, hanya harganya masih terlalu tinggi untuk target market domestik (menurut saya).
Sangat saya sayangkan, bahwa Pak Yusuf belum menemukan mitra yang cocok untuk berkolaborasi agar usahanya ini dapat berkembang menjadi lebih besar.
Bagi teman-teman yang ingin dan bersedia membantu beliau dapat menghubungi Pak Yusuf di alamat e-mail astigakulit@yahoo.com.
Pak Yusuf juga memiliki situs yaitu www.astigaleather.com
Hebring mah....Pak Yusuf, dari TKI menjadi pengusaha dompet kulit.
Semoga bisa jadi pengusaha yang lebih sukses lagi di masa yang akan datang.
Bogor, 1 Oktober 2010 - pk. 04.59 (.... biasa insomia)
Blog ini sebagai sarana untuk membebaskan ide-ide yang ada dalam pikiranku tanpa maksud untuk menyinggung atau mendiskreditkan pihak tertentu. Hal-hal yang saya tuliskan adalah murni dari pengalaman dan pikiran yang melintas dalam kepalaku. 100% original tanpa maksud menggurui siapapun.
Kamis, 30 September 2010
Selasa, 28 September 2010
Kebangkitan Pengusaha Kecil Indonesia
Untuk memulihkan perekonomian Indonesia, khususnya Pengusaha Kecil yang dianggap sebagai kaum lemah dan tak berdaya, perlu didukung oleh segenap putra-putri Indonesia sendiri.
Mungkin orang mengatakan bahwa pengusaha kecil (mikro) merupakan bagian kecil dari perekonomian negeri ini, namun lihatlah potensi kekuatan mereka apabila mendapatkan dukungan yang dibutuhkan? Apabila di India ada Grameen Bank yang dinyalakan oleh kepedulian seorang Muhammad Yunus terhadap kaum kecil yang dipandang sebelah mata, kitapun dapat memulainya untuk membangkitkan perekonomian negara kesatuan Indonesia yang kita cintai ini.
Nilai yang paling utama dari seorang Muhammad Yunus ketika memulai Grameen adalah kasih kepada kaum miskin papa. Kita juga bisa mewujudkan nilai kasih kepada kaum miskin dan lemah dengan membantu membeli produk ataupun jasa yang mereka produksi.
Siapkah Indonesia untuk mulai mendorong roda kebangkitan perekonomian kaum lemah, agar negeri yang kita cintai ini meluncur dalam kerekatan bangsa dan bahasa berhasil mewujudkan "KEMERDEKAAN" yang sesuangguhnya dalam bidang finansial dan ekonominya.
Mungkin orang mengatakan bahwa pengusaha kecil (mikro) merupakan bagian kecil dari perekonomian negeri ini, namun lihatlah potensi kekuatan mereka apabila mendapatkan dukungan yang dibutuhkan? Apabila di India ada Grameen Bank yang dinyalakan oleh kepedulian seorang Muhammad Yunus terhadap kaum kecil yang dipandang sebelah mata, kitapun dapat memulainya untuk membangkitkan perekonomian negara kesatuan Indonesia yang kita cintai ini.
Nilai yang paling utama dari seorang Muhammad Yunus ketika memulai Grameen adalah kasih kepada kaum miskin papa. Kita juga bisa mewujudkan nilai kasih kepada kaum miskin dan lemah dengan membantu membeli produk ataupun jasa yang mereka produksi.
Siapkah Indonesia untuk mulai mendorong roda kebangkitan perekonomian kaum lemah, agar negeri yang kita cintai ini meluncur dalam kerekatan bangsa dan bahasa berhasil mewujudkan "KEMERDEKAAN" yang sesuangguhnya dalam bidang finansial dan ekonominya.
Minggu, 12 September 2010
Fotografi Yang Pernah Terlupakan
Hei teman, tadi malam (13/9/2010)aku dan keluarga maen ke Gramedia Mall Taman Anggrek setelah seharian mengurus rumah bersama istri dan anak-anak minus pembantu.
Yah, lumayan pegal nih badan karena memainkan peran sebagai pembantu rumah tangga yang baik. Maklum saja sudah lebih dari 10 tahun tidak mengurusi pakaian sendiri seperti saat bujangan dulu. Mulai dari nyuci piring, nyuci pakaian sampai menggosok pakaian. Jadi ingat masa-masa lajang dulu. ha...ha...haa....
Point yang mau aku ceritakan bukan tentang di rumah, tetapi tentang di Mall Taman Anggrek (MTA).
Ketika mulai beredar di antara tumpukan buku-buku di Gramedia, aku melihat sebuah buku yang berjudul Kiat Sukses Deniek G. Sukarya Dalam Fotofrafi dan Stok Foto. Buku ini memancingku untuk membukanya dan membaca tulisan yang ada di dalamnya.
Pikiranku jadi terbang melayang ke masa-masa SMA dulu, saat pertama kali aku bersentuhan dengan mata pelajaran yang bernama fotografi. Ketika itu aku punya keinginan di dalam hati untuk belajar fotografi dengan serius. Karena senangnya, aku membeli buku tulis yang khusus untuk mencatat pelajaran ini (buku isi 100 halaman). Buku ini kusampul gambar yang bagus, dan kuberi sampul plastik. Masih kuingat bahwa gambar kamera yang kutempel di dalam buku itu adalah kamera PENTAX yang membeberkan detail tombol-tombol yang ada dalam sebuah kamera serta kegunaannya. Guruku yang mengajarkan pelajaran fotografi adalah Bapak Tjiptadi yang menjadikan fotografer sebagai profesi utamanya sedangkan guru menggambar sebagai profesi ikutan.
Kalian mau tahu apa yang kurasakan? Begitu membaca sekilas tentang buku karangan Deniek ini, semangat dan kerinduanku untuk mendalami fotografi bangkit kembali. Seakan-akan dia berkata "hei aku masih disini untuk menemanimu mencari dan mengabadikan gambar-gambar indah tentang alam dan kehidupan".
Aku belum punya kamera SLR (Single Lens Reflex), barangkali aku harus menabung dulu supaya dapat membelinya. Yah.... harus ada pengorbanan untuk sesuatu yang kita inginkan, bukankah begitu....? (ingat ini keinginan bukan kebutuhan).
Namun demikian aku memiliki kamera digital compact yang dapat kujadikan alat untuk mulai mempraktekkan panduan yang diajarkan dalam buku Deniek G. Sukarya ini.
Lebih mudah bagiku memulai dari apa yang ada walaupun belum sempurna dibanding membuat semuanya sempurna lalu baru memulai sesuatu.
Satu hal yang kuingat dari buku Deniek adalan FOTOGRAFI ADALAH SENI MELIHAT, jadi apapun hal yang kulihat di dalam kehidupan sehari-hari dapat dijadikan obyek fotografi, dan menjadikannya bernilai karena disajikan dengan cara yang benar dan tepat.
Cara mencatat hasil fotopun menurut buku Deniek Sukarya ternyata punya aturan sendiri, misalnya
Bulan di kala fajar di Gunung Bromo, Jawa Timur
Canon EOS 5D Mark II,
16-35mm f.2.8L,
ISO 1250, program Av,
30 detik f.11
mirip daftar pustaka pada tulisan ilmiah, yah......:)
Wow....., walaupun baru membuka beberapa halaman, aku merasa bahwa memiliki buku ini merupakan suatu kekayaan baru dalam ilmu fotografi.
Sepertinya aku akan banyak mengalokasikan waktuku untuk mulai menekuni fotografi.
Buat Pak Deniek G. Sukarya, terima kasih karena telah menulis buku tentang fotografi yang membuka cakrawala saya dengan bahasa yang mudah dimengerti dan gambar-gambar yang sangat bagus.
Bagi teman-teman yang mau meilihat hasil karya Pak Deniek, dapat membuka situs beliau di www.denieksukarya.com
Yah, lumayan pegal nih badan karena memainkan peran sebagai pembantu rumah tangga yang baik. Maklum saja sudah lebih dari 10 tahun tidak mengurusi pakaian sendiri seperti saat bujangan dulu. Mulai dari nyuci piring, nyuci pakaian sampai menggosok pakaian. Jadi ingat masa-masa lajang dulu. ha...ha...haa....
Point yang mau aku ceritakan bukan tentang di rumah, tetapi tentang di Mall Taman Anggrek (MTA).
Ketika mulai beredar di antara tumpukan buku-buku di Gramedia, aku melihat sebuah buku yang berjudul Kiat Sukses Deniek G. Sukarya Dalam Fotofrafi dan Stok Foto. Buku ini memancingku untuk membukanya dan membaca tulisan yang ada di dalamnya.
Pikiranku jadi terbang melayang ke masa-masa SMA dulu, saat pertama kali aku bersentuhan dengan mata pelajaran yang bernama fotografi. Ketika itu aku punya keinginan di dalam hati untuk belajar fotografi dengan serius. Karena senangnya, aku membeli buku tulis yang khusus untuk mencatat pelajaran ini (buku isi 100 halaman). Buku ini kusampul gambar yang bagus, dan kuberi sampul plastik. Masih kuingat bahwa gambar kamera yang kutempel di dalam buku itu adalah kamera PENTAX yang membeberkan detail tombol-tombol yang ada dalam sebuah kamera serta kegunaannya. Guruku yang mengajarkan pelajaran fotografi adalah Bapak Tjiptadi yang menjadikan fotografer sebagai profesi utamanya sedangkan guru menggambar sebagai profesi ikutan.
Kalian mau tahu apa yang kurasakan? Begitu membaca sekilas tentang buku karangan Deniek ini, semangat dan kerinduanku untuk mendalami fotografi bangkit kembali. Seakan-akan dia berkata "hei aku masih disini untuk menemanimu mencari dan mengabadikan gambar-gambar indah tentang alam dan kehidupan".
Aku belum punya kamera SLR (Single Lens Reflex), barangkali aku harus menabung dulu supaya dapat membelinya. Yah.... harus ada pengorbanan untuk sesuatu yang kita inginkan, bukankah begitu....? (ingat ini keinginan bukan kebutuhan).
Namun demikian aku memiliki kamera digital compact yang dapat kujadikan alat untuk mulai mempraktekkan panduan yang diajarkan dalam buku Deniek G. Sukarya ini.
Lebih mudah bagiku memulai dari apa yang ada walaupun belum sempurna dibanding membuat semuanya sempurna lalu baru memulai sesuatu.
Satu hal yang kuingat dari buku Deniek adalan FOTOGRAFI ADALAH SENI MELIHAT, jadi apapun hal yang kulihat di dalam kehidupan sehari-hari dapat dijadikan obyek fotografi, dan menjadikannya bernilai karena disajikan dengan cara yang benar dan tepat.
Cara mencatat hasil fotopun menurut buku Deniek Sukarya ternyata punya aturan sendiri, misalnya
Bulan di kala fajar di Gunung Bromo, Jawa Timur
Canon EOS 5D Mark II,
16-35mm f.2.8L,
ISO 1250, program Av,
30 detik f.11
mirip daftar pustaka pada tulisan ilmiah, yah......:)
Wow....., walaupun baru membuka beberapa halaman, aku merasa bahwa memiliki buku ini merupakan suatu kekayaan baru dalam ilmu fotografi.
Sepertinya aku akan banyak mengalokasikan waktuku untuk mulai menekuni fotografi.
Buat Pak Deniek G. Sukarya, terima kasih karena telah menulis buku tentang fotografi yang membuka cakrawala saya dengan bahasa yang mudah dimengerti dan gambar-gambar yang sangat bagus.
Bagi teman-teman yang mau meilihat hasil karya Pak Deniek, dapat membuka situs beliau di www.denieksukarya.com
Langganan:
Postingan (Atom)